

PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kelenjar
tiroid merupakan kelenjar yang terletak didalam leher bagian bawah, melekat
pada tulang laring, sebelah kanan depan trakea, dan melekat pada dinding
laring. (Syaifuddin, 2012)
Fungsi
kelenjar tiroid sangat erat berkaitan dengan kegiatan metabolik dalam hal
pengaturan susunan kimia dalam jaringan; bekerja sebagai merangsang sebagai
perangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen, dan dengan sendirinya
mengatur pengeluaran karbondioksida. (Pearce, Evelyn C, 2009)
Hipotiroidisme
merupakan penyakit yang sering kali ditemukan dalam masyarakat.
Hipotiroidisme diakibatkan hipofungsi
tiroid. Penyakit ini juga sangat sensitive pada bayi dan anak-anak namun gejala
dan tanda-tandanya belum dapat dilihat dengan jelas.
Penyakit ini
akan memberikan dampak pada keterbelakangan individu, baik itu fisik maupun
mental. Jika hal ini dibiarkan dan tanpa ada usaha yang dilakukan untuk
meminimalkan jumlah penderita hipotiroidisme maka rakyat Indonesia akan terus
berada dalam keterbelakangan.
Status
tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormone tiroid dan bukan
kadar normal hormone tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faali dasar yang
perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormone yang aktif ialah free-hormon,
kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free-T3 bukan free-T4,
ketiga bahwa distribusi enzim deyodinasi I,II dan III (DI, DII, DIII) di
berbagai organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di hepar, ginjal dan
tiroid, DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII hampir seluruhnya ditemukan di
jaringan fetal (otak, plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU. (Aru W. Sudoyo, dkk 2009)
Di Indonesia
dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak 1.765
sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi dengan
hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya.
Penelitian yang dilakukan di India pada tahun 2010, dengan 30 sample penderita
hipotiroid kongenital didapatkan 94% mengalami gambaran dismorfik terdiri dari
: 29% dengan kelainan jantung kongenital dan 41% dengan kelainan spina bifida.
Di RSCM Jakarta, dilakukan penelitian terhadap 30 anak dengan kasus hipotiroid
kongenital. Terdapat 30 sample yang terdiri dari 9 laki- laki dan 21 perempuan.
Didapatkan gejala klinis tersering adalah perkembangan motorik yang lambat
(83,3%), konstipasi (73,3%), makroglosi (70%), wajah tipikal (60%), usia tulang
terhambat (95,5%), retardasi mental (IQ < 69) sebesar (62,5%),dll
B.
Tujuan
1. Tujuan
umum
Mahasiswa mampu menambah pengetahuan seputar penyakit Hipotiroidisme serta asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada pasien Hipotiroidisme.
2. Tujuan
Khusus
a. Mahasiswa
mampu mengetahui tinjauan teoritis Hipotiroidisme
b. Mahasiswa
mampu mengetahui proses asuhan keperawatan Hipotiroidisme


PEMBAHASAN
A.
Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar
tiroid merupakan kelenjar yang terletak didalam leher bagian bawah, melekat
pada tulang laring, sebelah kanan depan trakea, dan melekat pada dinding
laring. Kelenjar ini terdiri dari 2 lobus (lobus dekstra dan lobus sinistra),
saling berhubungan, masing-masing lobus tebalnya 2 cm, panjang 4 cm, dan lebar
2,5 cm. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah
besar, dan saraf. (Syaifuddin, 2012)
Kedua
lobus kelenjar tiroid pada manusia dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan, yaitu
ismus tiroid, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari
ismus didepan laring. Kelenjar mendapatkan vaskularisasi yang baik, dan tiroid
merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki jumlah aliran darah yang tinggi
pergram jaringannya. Tiroid terbentuk dari banyak asinus (folikel). Tiap-tiap
folikel sferis dikelilingi oleh satu lapisan oleh sel dan diisi oleh bahan
proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut koloid. (Ganong, 2008)

B.
Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk aktif hormon ini adalah
triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi hormon tiroksin di
perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Sekresi
hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (Thyroid
Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif
terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas
tirotropin dari hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh yang
bermacam-macam terhadap jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.
Hormon
tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh
termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme
berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain adalah
termoregulasi, metabolisme protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak,
dan vitamin A.
Status
tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan
kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faal dasar yang
perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif adalah free-hormon.
Kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4. ketiga
bahwa distribusi enzim deyodinasi I, II, dan III (DI, DII, DIII) di berbagai
organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di hepar, ginjal, dan tiroid.
DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII hampir seluruhnya di jaringan fetal
(otak, plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU.


Seseorang
yang mengalami pembesaran pada leher karena mengalami gangguan akibat
kekurangan iodium (GAKI). Gangguan ini menyebabkan tubuh tidak dapat
mengasilkan hormon tiroid, akibat kekurangan iodium ini dapat menimbulkan
penyakit salah satu yang sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah
gondok.
C. Definisi
Hipertiroidisme
adalah hipofungsi atau kurangnya aktivitas kelenjar tiroid (penurunan produksi
hormon tiroid) atau sebagai kegagalan tiroid ringan. (Price, 2006)
Hipotiroidisme
adalah keadaan defisiensi hormon tiroid (TH) yang menyebabkan metabolisme tubuh
berjalan lambat, penurunan produksi panas, dan penurunan konsumsi oksigen
dijaringan. Aktivitas yang lambat di kelenjar tiroid mungkin sebagai akibat
disfungsi tirodi primer, atau kejadian sekunder akibat disfungsi hipofisis
anterior. (Esther Chang, dkk, 2009)
D. Etiologi
Etiologi
dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi 3 tipe yaitu :
1.
Hipotiroid Primer
Mungkin disebebkan oleh congenital dari tiroid
(kretinism), sintesis hormon yang kurang baik, defisiensi iodin (prenatal dan
postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk
hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto,
amylodosis, dan saroidosis.
2.
Hipotiroid Sekunder
Hipptiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi
yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekuensinya jumlah tiroid
stimulasing hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu malfungsi dari
pituitary atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer
terhadat hormon tiroid.
3.
Hipotiroidisme Tersier
Hipotiroidisme tersier dapat berkembang jika
hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormon (TRH) dan akibatnya
tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin
berhubungan dengan suatu tumor atau lesi destruktif lainya di hipotalamus. Ada
2 bentuk utama dari goiter sederhana yaitu enedemic dan sporadic. Goiter
endemik prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalahkan
pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang
berkurang dan iodine.
Sporadik goiter tidak menyempit ke daerah lainnya.
Biasanya disebabkan oleh :
a.
Kelainan genetik yang dihasilkan karena metabolisme
iodin yang salah
b.
Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen (agen
produksi goiter yang menghambat produksi T4) seperti kobis, kacang, kedelai,
buah persik, bayam, kacang polong, strawberry dan lobak. Semuanya mengandung
goitogenik glikosida
c.
Ingesti dari obat goiteron seperti thioureas
(propylthiracil) thocarbomen, (aminothiazole, tolbutamid)
E. Manifestasi
Klinis
1.
Kulit dan rambut
a.
Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
b.
Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
c.
Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya
buruk
d.
Tidak tahan dingin
e.
Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
2.
Muskoloskeletal
a.
Volume otot bertambah, glossomegali
b.
Kejang otot, kaku, paramitoni
3.
Neurologik
a.
Letargi dan mental menjadi lambat
b.
Aliran darah otak menurun
c.
Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori,
perhatian kurang, penurunan lateks tendon).
d.
Ataksia (serebelum terkena)
e.
Gangguan saraf (carfal tunnel)
f.
Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu.
4.
Kardioresepiratorik
a.
Bradikardi, distrimia, hipotensi
b.
Curah jantung menurun, gagal jantung
c.
Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
d.
Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukan gelombang T
mendatar/inverse
e.
Penyakit jantung iskemik
f.
Hipotensilasi
g.
Efusi pleura
h.
Dispnea
5.
Gastrointestinal
a.
Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi
abdomen
b.
Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
c.
Aklorhidria, antibodi sel parietal gaster, anemia
pernisiosa
6.
Renalis
a.
Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
b.
Retensi air (volume plasme berkurang)
c.
Hipokalsemia
7.
Hematologi
a.
Anemia normokrom normositik
b.
Anemia mikrositik/makrositik
c.
Gangguan koagulasi ringan
8.
Sistem endokrin
a.
Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi
b.
Gangguan fertilitas
c.
Gangguan hormon pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis
terhadap insulin akibat hipoglikemi
d.
Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
e.
Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
f.
Psikologis/emosi
g.
Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita,
wajah seperti bulan (moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher,
lidah tebal, sensitifitas terhadap opioid, haluaran urine menurun, lemah,
ekspresi wajah kosong dan lemah (Tambayong, 2000)
F. Patofisiologi
Kelenjar
tiroid membutuhkan yodium untuk sintesis dan sekresi hormon tiroid: T4, triiodotironin
(T3), dan tirokalsitonin (kalsitonin). Produksi hormon tiroid
bergantung pada sekresi TSH dari hipofisis anterior dan asupan adekuat dari
protein dan yodium. Hipotalamus mengatur sekresi TSH.
Penurunan
kadar tiroid menyebabkan penurunan seluruh metabolisme basal. Penurunan
metabolisme diseluruh tubuh menyebabkan achlorhydria
(penuruna sekresi asam hidroklorik/
HCl dilambung), penurunan motilitas saluran pencernaan, bradikardi, penurunan
fungsi neurologi, dan penurunan produksi panas pada temperatur tubuh basal.
Perubahan
paling penting akibat penurunan hormon tiroid efek dalam metabolisme lemah.
Reduksi ini meningkatkan kolesterol serum dan kadar trigliserida yang
menyebabkan resiko aterosklerosis, arteriosklerosis, dan penyakit jantung koroner
meningkat pada klien hipotiroidisme.
Oleh karena
itu hormon tiroid memainkan peran penting pada produksi sel darah merah, orang
dengan hipotiroidisme menunjukkan gejala anemia, serta kemungkinan defisiensi
vitamin B12 dan asam folat. (Chang, Ester, 2009)
G.






























Pathway































![]() |
|||
![]() |
|||




























![]() |
||||||||||
![]() |
||||||||||
![]() |
||||||||||
![]() |
||||||||||
![]() |
||||||||||
![]() |
(Sumber
: Amin, Huda dan Kusuma, Hardi 2016. Asuhan
Keperawatan Praktis)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1.
T3 dan T4 serum
rendah
2.
TSH meningkat pada
hipotiroid primer
3.
TSH rendah pada
hipotoid sekunder
a.
Kegagalan
hipofisis : respon TSH terhadap TRH mendatar
b.
Penyakit
hipotalamus : TSH dan TRH meningkat
4.
Titer autoantibody
tiroid tinggi pada > 80 % kasus
5.
Peningkatan kolesterol
6.
Pembesaran jantung
pada sinar X dada
7.
EKG menunjukkan
sinus bradikardi, rendahnya voltase kompleks QRS dan gelombang T datar atau
inverse
I.
Penatalaksanaan
1.
Medikamentosa
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya
dalam dosis rendah sejumlah 50 µg/ hari dan setelah beberapa hari atau minggu
sedikit demi sedikit ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan
maksimal sejumlah 200µg/ hari. Pengukuran kadar tiroksin serum dan pengambilan
resin T3 dan kadar TSH penderita hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk
menentukan manfaat terapi pengganti. Pengobatan pada penderita usia lanjut
dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi
bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap
sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang
hidup penderita.
2.
Terapi sulih
hormon
Obat
pilihannya adalah sodium levo-thyroxine.
Bila fasilitas untuk mengatur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel
berikut :
Umur
|
Dosis g/kg BB/hari
|
0-3 bulan
|
10-15
|
3-6 bulan
|
8-10
|
6-12 bulan
|
6-8
|
1-5 tahun
|
5-6
|
2-12 tahun
|
4-5
|
>12 tahun
|
2-3
|
a.
Bila fasilitas
untuk mengatur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutik trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah
dalam 2-3 minggu. Bila ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan dengan
bertahap atau dengan dosis pemberian ± 100 µg/m2/hari
b.
Penyesuaian dosis
tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang
dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid
3.
Pembedahan
Tiroidektomi
dilaksanakan apabila goiternya besar dan menekan jaringan sekitar. Tekanan pada
trakea dan esofagus dapat megakibatkan inspirasi stridor dan disfagia. Tekanan
pada laring dapat mengakibatkan suara serak
J. Komplikasi
1.
Koma miksedema,
ditandai oleh eksaserbasi (pemburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk
hipotermi tanda menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan
penurunan kesadaran hingga koma.
2.
Kematian dapat
terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilitasi semua gejala


ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN KLIEN GANGGUAN HIPOTIROIDISME
A.
Pengkajian (Bickley, Lynn S.
2008. Pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan bates. Jakarta: EGC)
Dampak penurunan
kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah
pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin
informasi antara lain :
1.
Anamnesis
a.
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b.
Riwayat Kesehatan
1)
Riwayat penyakit saat ini
Riwayat
penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kelenjar teroid yang
mengalami atrofi. Perawat harus menanyakan dengan jelas tentang gejala yang
timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
2)
Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat
penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi.
3) Riwayat
kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan
klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yangmenderita
penyakit yang sama.
c.
Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai
sistem tubuh:
1)
Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea
2)
Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi
abdomen
3)
Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali
4)
Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan
relaksasi otot lambat
5)
Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi
intelektual lambat, berbicara lambat dan terbata – bata, gangguan memori
6)
Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan
penurunan libido
7)
Metabolik : penurunan metabolism basal, penurunan suhu
tubuh, intoleransi terhadap dingin
2. Pemeriksaan Fisik (Bickley, Lynn S.
2008. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Jakarta: EGC)
a.
Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap
adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman
wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur
tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b.
Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c.
Perbesaran jantung.
d.
Disritmia dan hipotensi.
e.
Parastesia dan reflek tendon menurun.
B.
Diagnosa Keperawatan (Amin, Huda dan
Kusuma, Hardi 2016. Asuhan Keperawatan
Praktis)
1.
Hipotermi b.d penurunan metabolisme
2.
Intoleransi aktivitas b.d kelelahan dan
penurunan proses kognitif
3.
Konstipasi b.d penurunan fungsi
gastrointestinal
4.
Ketidakefektifan pola nafas b.d depresi
ventilasi
5.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d lambatnya laju metabolisme tubuh
C.
Intervensi keperawatan (Amin, Huda dan
Kusuma, Hardi 2016. Asuhan Keperawatan
Praktis)
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Batasan Karakteristik
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1
|
Hipotermi b.d penurunan metabolisme
|
-
Kulit Dingin
-
Bantalan kuku sianosis
-
Hipertensi
-
Pucat
-
Penurunan suhu tubuh dibawah
rentang normal
|
- Mempertahankan
suhu tubuh pasien setidaknya 36oC
|
-
Mempertahankan atau mencapai suhu
tubuh dalam batas normal
-
Kaji ulang TTV
|
2
|
Intoleransi aktivitas b.d kelelahan dan
penurunan proses kognitif
|
-
Ketidak nyamanan atau dispnea saat beraktivitas
-
Melaporkan keletihan atau kelemahan
secara verbal
-
Aritmia
|
- Mampu
melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
- Mampu
berpindah tanpa bantuan alat
|
-
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
-
Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
-
Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
-
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
-
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
|
3
|
Konstipasi b.d penurunan fungsi
gastrointestinal
|
-
Nyeri abdomen
-
Penurunan volume feses
-
Nyeri saat defekasi
-
Feses keras dan berbentuk
|
-
Mempertahankan bentuk feses lunak
setiap 1-3 hari
-
Bebas dari ketidaknyamanan dan
konstipasi
-
Mengidentifikasi indikator untuk
mencegah konstipasi
-
Feses lunak dan berbentuk
|
-
Monitor tanda dan gejala konstipasi
-
Monitor feses : frekuensi,
konsistensi dan volume
-
Dukung intake cairan
-
Mendorong meningkatkan asupan
cairan, kecuali dikontraindikasikan
-
Anjurkan pasien/keluarga untuk dia
tinggi serat
|
4
|
Ketidakefektifan pola nafas b.d depresi
ventilasi
|
-
Perubahan kedalaman pernapasan
-
Penurunan ventilasi semenit
-
Penurunan kapasitas vital
-
Dispneu
-
Pernapasan cuping hidung
|
-
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu
-
Menunjukan jalan nafas yang paten
-
TTV dalam rentang normal
|
-
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
-
Pertahankan jalan nafas yang paten
-
Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
-
Monitor TD, nadi, RR sebelum,
selama dan setelah aktivitas
-
Identifikasin penyebab dari
perubahan vital sign
|
5
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d lambatnya laju metabolisme tubuh
|
-
penurunan berat badan dengan asupan
makanan adekuat
-
menghindari makanan
-
mengeluh gangguan sensasi rasa
|
-
adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
-
berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
-
mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
-
tidak ada tanda-tanda malnutrisi
-
menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
|
-
monitor jumlah niutrisi dan
kandungan kalori
-
kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
-
anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
-
ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian
-
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
|



PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem endokrin, dalam kaitannya sitem saraf,
mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja
untuk mempertahankan homeotsasis tubuh.
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai
kelenjar tiroid yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid
akibat pembedahan atau ablasi radio isotope, atau akibat desktrusi oleh anti
bodi auto imun yang beredar dalam sirkusi. Cacat perkembangannya dapat juga
menjadi penyebab tidak terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme
kongenital.
Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon
tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema.Kelainan
tersebut dapat nampak sejak lahir. Bila gejala-gejala muncul setelah periode
fungsi tiroid yang tampaknya normal, kelainan ini dapat merupakan kelainan
“didapat” yang sebenarnya atau hanya tampak demikian sebagai akibat dari salah
satu varietas defek congenital karena manifestasi defisiensinya terlambat.
B. Saran
Sebaiknya
dengan adanya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan endokrin
hipotiroidisme ini diharapkan mahasiswa maupun tim medis lainnya untuk lebih
bisa memahami, mengetahui dan mengerti tentang cara asuhan keperawatan pada
klien gangguan endokrin hipotiroidisme. Asuhan keperawatan yang tepat untuk
klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang
dapat terjadi seiring kejaidian hipotiroidisme.

Black, Joyce M dan
Hokanson, Jane Hawks.2014.Keperawatan
Medikal Bedah Edisi
8.Elsevier : Singapore
Chang,
Esther.2010.Patofisiologi:Aplikasi Pada
Praktik Keperawatan.Jakarta : EGC
Huda, Amin dan
Kusuma, Hardhi.2016.Asuhan Keperawatan
Praktis Nanda NIC-NOC Edisi
1.Mediaction : Jogja
Huda, Amin dan
Kusuma, Hardhi.2016.Asuhan Keperawatan
Praktis Nanda NIC-NOC Edisi
2.Mediaction : Jogja
Price, Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
2.Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith
dan Ahern, Nancy R.2012.Buku Saku
Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
![]() |