BAB I
A.
Latar Belakang
Menurut Tarwoto (2012), kelenjar
pituitari atau hipofisis terletak pada dasar otak di bawah hipotalamus dengan
ukuran yang kecil, tetapi memproduksi paling banyak jenis hormon. Hipofisis
merupakan pusat pengaturan seluruh fungsi hormon tubuh manusia. Pengaturan
keseimbangan hormon menjadi tumpuan hemoestasis manusia dalam menghadapi
berbagai perubahan lingkungan. Pusat pengaturan hormon terbagi pada bagian
anterior dan posterior hipofisis. Pada bagian anterior berperan dalam pengaturan
metabolismeme, pertumbuhan dan perkembangan sel, perilaku dan reproduksi
manusia. Sedangkan pada bagian posterior
berperan dalam kesimbangan cairan dan
elektrolit serta produksi air susu ibu.
Kegagalan produksi seluruh hormon dari pituitari disebut
Panhipopituitarism. Keadaan ini sangat jarang sekali terjadi dengan prevelensi
45 per juta orang atau insiden sekitar 4 per 100.000. (Jostel AC Lissett,
2005). Pada keadaan normal hormon-hormon pituitari selalu diproduksi kecuali
hormon PRL dan oksitosin yang diproduksi pada saat-saat tertentu seperti pada
saat kehamilan, persalinan dan masa menyusui.
Mengingat perannya yang sangat
penting dalam pengaturan berbagai fungsi
tubuh maka apabila terjadi gangguan pada pituitari akan berdampak pada sekresi
hormon dan fungsi dari organ terget. Gangguan pada pituitari dapat berupa
peningkatan produksi hormon (hiperpituitari) maupun penurunan produksi hormon (hipopituitari). Gangguan itu sendiri
dapat berasal dari dalam pituitari (disfungsi pituitari primer) ataupun akibat
dari luar yang umumnya dari disfungsi hypothalamus (disfungsi pituitari
sekunder).
Terkait perannya yang begitu penting
bagi tubuh, oleh sebab itu kami mengangkat maklah terkait klien dengan gangguan
sistem endokrin “Hipopituitarisme”, agar dapat memberikan informasi terkait
penyakit tersebut kepada teman-teman, pengajar bahkan khalayak banyak.
A.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mampu memahami
konsep pemberian asuhan keperawatan pada gangguan sistem endokrin, yaitu
hipopituitari.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu untuk menjelaskan pengertian hipopituitari
b.
Mampu menjelaskan penyebab
hipopituitari
c.
Mampu memahami dan menjelaskan
pengobatan dan pencegahan hipopituitari
d.
Mampu memahami dan menjelaskan asuhan
keperawatan dengan gangguan hipopituitari
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini,
penyusun membatasi ruang lingkup penulisan yaitu Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan sistem Endokrin.
C.
Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode
deskriftif yaitu dengan menggambarkan konsep dasasr penyakit hipopituitarisme serta
asuhan keperawatannya dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku
perpustakaan, internet, dan diskusi dari kelompok.
D.
Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah ini terdiri dari
IV (empat) bab yang disusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, ruang lingkup penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II: Landasan teoritis, yang
terdiri dari definisi, etiologi, maifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
diagnostik, penatalaksanaan, dan pencegahan.
BAB III: Asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan.
BAB IV: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Menurut Slyvia (2006), insufisiensi hipofisis
pada umunya memengaruhi semua hormon yang secara hipofisis anterior. Oleh
karena itu, manifestasi klinis dari hipopituitarisme merupakan gabungan
pengaruh metabolik akibat berkurangnya sekresi masing-masing hormon hipofisis.
Kelenjar hipofisis posterior
menyimpan dan mengeluarkan dua hormon, hormon anti deuretik atau vasopresin (ADH)
dan oksitosin. Kedua hormon ini di hasilkan oleh hipotalamus. Organ target
hormon ADH atau vasopresi adalah ginjal dan fungsi utamanya adalah:
a.
Mengatur osmolaritas dan volume air
dalam tubuh.
b.
Meningkatkan permeabilitas tubuh dan
ginjal terhadap air sehingga lebih banyak air yang direabsorbsi.
c.
Menstimulasi rasa haus.
Hipofisis anterior disebut juga
sebagai kelenjar utama karena bersama dengan hipotalamus mengatur fungsi
pengatur kompleks berbagai kelenjar endokrin
dalam tubuh. Hormon hipofisis anterior berada dibawah pengendalian timbal balik
melalui kadar hormon kelenjar target, oleh karena itu kadar hormon hipofisis
dalam darah meningkat bila terjadi kegagalan kelenjar target. Sebaliknya
hipofisis anterior, diatur oleh
hipotalamus melalui hormon penghambat dan pelepas-hipotalamus yang dibawa ke
hipofisis melalui pembuluh darah portal hipotalamus dalam jalur hipofisis.
Hipopituitarisme adalah keadaan
dimana terdapat defisit atau kekurangan satu, beberapa atau semua hormon-hormon
yang dihasilkan oleh pituitary (Tartowo, 2012). Hipopituitarisme adalah istilah
umum yang mengacu pada setiap bawah fungsi dari kelenjar pituitari. Ini adalah
definisi klinis yang digunakan oleh ahli endokrin dan ditafsirkan bahwa satu
atau lebih fungsi hipofisis kekurangan. Istilah ini dapat merujuk kepada kedua
anterior dan kegagalan kelenjar hipofisis posterior (Pituitary Network
Association). Jadi dapat disimpulkan bahwa hipopituitarisme adalah suatu
keadaan dimana terjadinya penurunan satu atau beberapa hormon yang dihasilkan
oleh pituitari sehingga menyebabkan kurangnya hormon yang ada didalam tubuh,
sehingga menyebabkan adanya komplikasi pada seluruh sistem yang ada didalam
tubuh. Hipopituirisme biasanya terjadi akibat adanya kerusakan atau kegagalan
kelenjar hipofisis anterior maupun posterior.
B.
Etiologi
Sejumlah kelainan dapat menyebabkan
defisiensi satu atau lebih hormon pituitari atau hipofise. Kelainan ini dapat
bersifat kongenital, traumatik (pembedahan hipofise, iradiasi kranial, cedera
kepala), neoplastik (adenoma hipofise yang besar, massa paraselar, kraniofaringioma, metastase,
meningioma, infiltratif (hemokromatosis, hipofisitis limfositik, sarkoidosis,
histiositosis X), vaskuler (apopleksia hipofise, nekrosis postpartum, penyakit
sel sabit) atau infeksi (tuberkulosis, jamur, parasit) (Harrison, 2012). Selain
itu, Tartowo (2012) menyebutkan beberapa penyebab atau etiologi dari hipopituitarisme diantaranya:
1.
Adenomas pituitari atau tumor
pituitari merupakan penyebab yang paling sering terjadi. Adanya tumor dapat
menekan dan merusak pituitari sehingga
fungsinya dapat terganggu. Namun
demikian adenomas pituaitari juga dapat mengakibatkan peningkatan
produksi hormon (hiperpituitari). Hasil penelitian menunjukan bahwa 30% pada
adenomas mengalami defisiensi hormon pitutitary (Jostel A, 2005)
2.
Pembedahan atau operasi pituitari.
Salah satu resiko operasi pituitari adalah terganggunya fungsi pituitari, hal
ini juga tergantung pada ukuran, jenis tumor derajat infiltrasi maupun
pengalaman dari ahli bedah
3.
Kelebihan zat besi, keadaan overload
besi misalnya pada thalasemi, transfusi darah akan mengakibatkan penurunan
jumlah sel hipofisis.
4.
Karena genetik, hal ini masih belum
jelas idiopatik), diduga karena faktor mutasi gen
5.
Malnutrisi berat dan kehilanganberat
badan yang cepat juga dapat merusak
hipofisis
C.
Patofisiologi
Menurut Tarwoto (2012), hipopituitarisme
dapat disebabkan dari hipofisis itu sendiri maupun dari hipotalamus.
Berkurangnya seluruh hormon pituitari jarang sekali terjadi, yang paling sering
terjadi adalah berkurang nya produksi
satu atau sedikit hormon pituitari diantarnaya ACTH dan TSH. Berkurangnya atau
tidak adanya hormon ini akan berakibat pada insufisiensi pada kelenjar target
yaitu kelenjar adrenal dan tiroid.
Pada hipopituitari, manifestasi
klinik yang sering muncul adalah menurunnya sistensi sekresi dan gonadotropin,
LH dan FSH. Defisiensi LH dan FSH pada laki-laki mengakibatkan kegagalan
tekstikular yaitu terjadi penurunan produksi terstosteron dari sel leydig dan
menurunnya sprematogenesis dari tubulus seminiferus. Menurunnya produksi
testosteron mengakibatkan lambatnya pubertas dan infertil pada laki-laki
dewasa. Pada wanita defisiensi atau tidak adanya hormon gonatropin
mengakibatkan kegagalan, ovulasi dan kegagalan mempertahankan korpus liteum
sehingga wanita menjadi infertile. Difisiensi LH dan SH dapat juga
mengakibatkan kegagalan dalam pembentukan seks sekunder.
Hormon lain yang paling sering
terjadi pada gangguan hipopituitari adalah sekresi, sintesis, pelepasan dari GH
sehingga produksi somatomedin. Somatomedin merupakan hormon yang diproduksi
dihati dan di pengaruhi langsung oleh GH. Somatomedin berperan langsung dalam
peningkatan pertumbuhan tulang dan kartilago. Dengan demikian defisiensi GH atau
somatomedin pada anak-anak mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan postur yang
pendek.
Hipopituitarisme menunjukan sekresi
hormon hipofisis anterior yang rendah, dan panhipopituitarisme menyatakan
sekresi keseluruhan hormon hipofis anterior yang rendah. Keduanya dapat terjadi
karena malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Akibatnya meliputi
berkurangnya stimulasi organ target endokrin dan defisiensi hormon organ target
dalam derajat tertentu, yang mungkin baru ditemukan setelah tubuh mengalami
stres dan peningkatan sekresi yang diharapkan dari organ target tidak terjadi
(Kowalak, 2012).
Pathway
Genetik → Adenomas pituitari →
Disfungsi hipotalamus→ Tumor
Defisit ACTH
Defisit TSH Defisit
LH&FSH Defisit GH
Keletihan Penurunan Penurunan libido Kerdil
Keletihan b.d peningkatan kelemahan fisik
|
Disfungsi seksual b.d menurunnya progesteron dan estrogen
|
Gangguan citra tubuh
b.d perubahan penampilan fisik
|
Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya
metabolisme rate
|
Sumber: Modifikasi dari NANDA NIC-NOC;
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
D.
Manifestasi
Klinis
Menurut Baradero (2009), manifestasi klinis dari gangguan
hipopituitarisme antara lain:
1.
Tanda tanda klinis sesuai dengan
penyebabnya, misalnya bakteremia, viral, hepatitis,dan trauma.
2.
Gangguan penglihatan dan papiledema
3.
Tanda-tanda defisit gonadotropin
a.
Menurun kadar FSH, LH serum, dan
streroid gonad.
b.
Anak-anak mengalami keterlambatan
pubertas
c.
Dewasa: wanita (oligomenoria atau
amenorea, atrofi uterus dan vagina, potensial atrofi payudara, acrta hilangnya
libido); Pria (hialngnya libido, jumlah sperma berkurang, gangguan ereksi,
testis mengecil, dan rambut tumbuh rontok).
4.
Manifestasi defisit hormon
pertumbuhan
a.
Anak-anak
Pertumbuhan
lambat, tetapi bagian tubuh proporsional, terlalu banyak jaringan lemak, tetapi
pertumbuhan otot buruk.
1)
Terlambat pubertas, tetapi pada
akhirnya perkembangan seksual normal
2)
Kadar hormon pertumbuhan serum
menurun
b.
Dewasa
1)
Tubuh pendek sekali
2)
Pertumbuhan otot buruk sehingga
cepat lelah
3)
Emosi labil
4)
Manifestasi defisit prolaktin (ibu
pascapartum tidak mengeluarkan air susu dan kadar prolaktin serum kurang)
5.
Manifestasi defisit TSH (tanda dan
gejala hipotiroidisme serta kadar TSH serum dan tiroid hormon kurang)
6.
Kortikoid, defisit ACTH (kadar ACTH
serum, glukokortikoid, dan adrenal androgen kurang)
Menurut Slyvia (2006), sindrom
klinis yang diakibatkan oleh hipopituitarisme pada anak-anak dan orang dewasa berbeda.
Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatis akibat defisiensi
pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan konsekuensi dari
defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas, maka
tanda-tanda seksual sekunder dan genetalia eksterna gagal berkembang. Selain
itu, sering pula ditemukan berbagai derajat insufisiensi adrenal dan
hipotiroidisme mereka mungkin akan mengalami kesulitan disekolah dan
memperlihatkan perkembangan intelektual yang lamban kulit biasanya pucat karena
adanya MSH.
Kalau hipopituitarisme terjadi pada
orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering mengikuti kronologis sebagai
berikut: defisiensi GH, hipogonadisme, hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal.
Karena orang dewasa, telah menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi
tubuh pasien dewasa dengan hipopituitarisme adalah normal. Manifestasi
defisiensi GH mungkin dinyatakan dengan timbulnya kepekaan yang luar biasa
terhadap insulin dan terhadap hipoglikemia puasa. Bersamaan dengan terjadinya hipogonadisme,
pria menunjukkan penurunan libido, hipotensi dan pengurangan progresi
pertumbuhan rambut dan bulu di tubuh, jenggot, dan berkurangnya perkembangan
otot. Pada wanita, berhentinya siklus menstruasi atau amenorea, merupakan tanda
awal dari kegagalan hipofisis. Kemudian diikuti oleh atrofi payudara dan
genetalia eksterna. Baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan berbagai
tingkatan hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Kurangnya MSH akan
mengakibatkan kulit pasien ini kelihatan pucat.
Kadang kala, pasien memperlihatkan
kegagalan hormon hipofisis saja. Dalam keadaan ini, penyebab defisiensi agaknya
terletak, pada hipotalamus dan mengenai hormon pelepasan yang bersangkutan. Pada
pasien dengan panhipopituitarisme, selain memiliki tiga hormon basal yang
rendah, juga tidak merespon terhadap pemberian hormon perangsang sekresi. Uji
fungsi hipofisis kombinasi dapat dilakukan pada pasien ini dengan menyuntikkan
:
1.
Insulin untuk menghasilkan
hipoglikemia
2.
CRH
3.
TRH
4.
GnRH
Hipoglikemia dengan kadar serum
glukosa yang kurang dari 40mg/dl, menyebabkan pelepasan GH, ACTH, dan Kortisol;
CRH merangsang pelepasan ACTH kortisol; TRH merangsang pelepasan TSH dan
prolaktin; sedangkan GnRH merangsang pelepasan FSH dan LH. Pasien
panhipopituitarisme gagal untuk merespon empat perangsang sekresi tersebut.
Selain studi biokimia, juga disarankan pemeriksaan radiografi kelenjar
hipofisis pada pasien yang diperkirakan menderita penyakit hipofisis, karena
tumor-tumor hipofisis seringkali menyebabkan gangguan-gangguan ini.
E.
Komplikasi
1.
Hipersekresi prolaktin (prolaktinemia)
Hipersekresi prolaktin
(prolaktinemia) adalah abnormalitas endokrin yang sering ditemukan dan disebabkan oleh gangguan
hipotalamik-hipofisis. Hipersekresi hormon PRL mengakibatkan galaktoria dan
disfungsi gonad. Galaktorea adalah hipersekresi air susu atau keluarnya air
susu walaupun periode laktasi sudah selesai.
Prolaktin serum yang normal adalah
<20 ng/dl. Prolaktin adalah kontrasepsi ilmiah (menghambat gonatropin-releasing
hormon). Prolaktin juga diperlukan untuk laktasi. Tanda-tanda klasik
hiperprolaktin adalah:
1.
Galaktorea dan amenorea pada wanita
2.
Ginekomastia, galaktorea serta
berkurangnya libido dan ereksi pada pria
Yang termasuk mekanisme
patofisiologi hipersekresi prolaktin adalah gangguan dopamin, hipersekresi
adenoma hipofisis, dan sekresi neurogenik yang dicetuskan oleh trauma pada
dada, misalnya fraktur tulang iga. Keluarnya prolaktin dikendalikan oleh
hipotalamus terutama dopamin (Baradero, 2009).
2. Tumor
Hipofisis Penghasil Prolaktin
Kombinasi pengeluaran susu yang
terus menerus dan tidak adanaya menstruasi galaktore
amenore merupakan sindrom endokrin yang relatif sering ditemukan pada
perempuan. Keadaan ini berkaitan dengan peningkatan sekresi prolaktin. Adanya
galaktore biasanya dapat di perhatikan dengan menekan puting susu dengan
tangan, meskipun dapat pula timbul secara spontan, dan dapat bersifat ringan
sampai berat. Peningkatan kadar prolaktin mungkin menyebabkan amenore yang adsa
kaitannya dengan keadaan ini. Proklatin di anggap dapat menghambat sekresi
hormon gonadotropin dengan mengganggu sekresi GnRH dari hipotalamus. Selain
itu, prolaktin dapat menghambat pengaruh gonadotropin terhadap gonad.
Pasien dapat mengalami galaktore dan
peningkatan kadar prolaktin tanpa ditemukannya adenoma hipofisis, agaknya
mereka mengalami gangguan penghambatan tonik normal dari pelepasan prolaktin
oleh hipotalamus. Galaktore dapat ditemukan pada:
1.
Lesi hipotalamus yang menggangu
pelepasan dopamin,
2.
Obat-obatan yang memengaruhi sistem
susunan saraf pusat (fenotiazin, antidepresan, haloperidol, alfa metildopa)
3.
Kontrasepsi oral dan estrogen
4.
Gangguan endokrin seperti
hipitiroidisme dan hipertiroidisme
5.
Faktor-faktor neurogenik lokal
6.
Perangsangan payudara
7.
Cedera pada dinding dada,
8.
Lesi pada medula spinalis
Adanya sindrom galaktore-amenore,
menyebabkan perlu diperoleh kadar prolaktin serum basal. Kalau kadar prolaktin
lebih tinggi dari normal, maka harus dilakukan pemeriksaan radiografik
selatursika, termasuk CT scan kelenjar hipofisis dengan potongan koronal dan
MRI. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya kelainan yang berupa mikroadenoma hipofisis.
Tumor hipofisis penghasil prolaktin
juga ditemukan pada laki-laki, dengan hiperprolaktinemia yang terjadi dihubungkan
denagan hipogonadisme dan oligospermia. Tumor ini sering kali berukuran besar
dan meluas hingga ke luar batas sela tursika. Penatalaksanaan mikroadenoma
hipofisis penghasil prolaktin pada laki-laki sama dengan apa yang telah dibahas
pada permpuan.
3.
Gangguan Sekresi Vasopresin
Vasopresin arginin (AVP) merupakan
suatu hormon antidiuretik (ADH) yang dibuat di nukleas supraoptik dan
paraventrikular hipotalamus bersama dengan protein pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian di
angkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke
ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, tempat
penyimpanannya. Sekresi AVP di atur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor
volume dan osmotik.
Gangguan sekresi AVP termasuk
diabetes insipidus (DI) dan sindrom
ketidakpadanan sekresi ADH. Pada pasien dengan DI, gangguan ini dapat terjadi akibat tidak
responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (DI nefrogonik) walaupun kadar
hormon ini sangat tinggi. Ada beberapa
keadaan yang dapat mengakibatkan diabetes insipidus, termasuk tumor-tumor pada
hipotalamus, tmor-tumor besar hipofisis yang meluas keluar sela tursika dan
mengancurkan nukleus hipotalamik, trauma kepala, cedera hipotalamus pada ssat
operasi, oklusi pembuluh darah intraserebral, dan penyakit-penyakit
granulomatosa. DI nefrogenik dapat diturunkan melalui mutasi dalam reseptor
vasopresin atau dalam AqP2, saluran air, dan keadaan ini muncul pada anak-anak
yang usianya kurang dari 2 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, DI nefrogenik
timbul pada berbagai penyakit ginjal dan penyakit sistemik yang juga menyerang
ginjal, termasuk juga mieloma multiple, anemia sel sabit, hiperkalsemia, dan
hipokalemia. Terapi litium untuk gangguan bipolar dapat juga menyebabkan tidak
adanya respons terhadap vasopresin.
Pasien dengan DI mengalami
polidipsiab dan poliuria dengan volume urin antara 5 hingga 10 L/hari.
Kehilangan cairan yang banyakn melalui ginjal ini dapat dikompensasi dengan minum
banyak cairan. DI sentral diobati dengan AVP. Preparat yang paling sering di
pakai adalah 1-desamino-8 D-arginin vasopresin (DDAVP), diberiakn intranasal
atau oral dan memiliki jangka waktu kerja dari 12-24 jam. AVP tidak efektif
pada pasien dengan DI nefrogenik. SIADH biasanya ditemukan menyertai
penyakit-penyakit hipotalamus atau paru atau terjadi setelah pemberian obat.
Pasien akan mengalami sindrom hipoosmolar dengan kelebihan dan gangguan retensi
air. Gejala-gejalanya merupakan akibat adanya hiponatremia berat dan menyerang
sistem saraf pusat sehingga pasien mudah marah, kekacauan mental, kejang, dan
koma terutama bila natrium dalam serum di bawah 120 mEq/L. Osmolalitas serum
rendah, dan osmolalitas serum. Pengobatan SIADH di dasarkan pada pembatasan
pemberian air, yaitu kurang dari 1000 ml/hari dan pemberian 3%-5% larutan NaCl
yang di campur dengan furosemid. Diuretik ini akan menginduksi pengeluaran
cairan dan NaCl, yang disimpan dalam dalam bentuk hipertonik. Demeklodiklin,
suatu obat yang secara langsung menghambat efek vasopresin pada tingkat tubulus
ginjal, dapat dipakai dengan efektif untuk memperbaiki hipoosmolalitas yang
terjadi akibat adanya SIADH (Sylvia, 2006).
.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Sudoyo (2009), diagnosis sekresi hormon hipofisis yang
meningkat atau menurun dibuat berdasarkan temuan biokimia. Hipopituitarisme
diduga pada keadaan dimana konsentrasi hormon perifer rendah namun tanpa
disertai peningkatan hormon tropiknya.
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan kadar basal hormon
dan pengukuran dinamis kadar hormon, tergantung dari jenis tumornya. Semua
rumor harus diperiksa kadar hormon basal untuk screening, termasuk didalamnya
pemeriksaan prolactin, tiroctropin, tirocsin, adrenokorticotropin, cortisol,
LH, FSH, estradiol testosteron, growth hormon, insulinlike growth factor-1
(IGF-1), and alpha subunit glicoprotein. Sementara itu, kepustakaan lain
hanya menganjurkan pemeriksaan kadar prolaktin pada keadaan dimana tidak ada
gejala atau tanda yang mengarahkan kadar kelebihan atau kekurangan hormon
tertentu, karena ini merupakan pendekatan yang paling cost-effective. Tes
hormon dinamis dilakukan untuk menilai fungsi tumor dan untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Selain itu dapat untuk menilai fungsi hipofisis anterior.
2.
Foto X-rays
Foto X-rays biasanya kurang baik untuk pencitraan jaringan lunak,
sehingga sudah digantikan oleh CT-scan dan MRI. CT-scan cukup spesifik dan
dapat mendeteksi tumor dengan klasifikasi, namun detailnya masih kalah jika dibandingkan
dengan MRI. CT-scan lebih baik dalam memperlihatkan struktur tulang dan
klasifikasi pada jaringan lunak daripada X-Rays dan MRI. CT-scan berguna jika terdapat kontra indikasi
terhadap penggunaan MRI, seperti pasien dengan pacu jantung kelemahan CT-scan
yang lain adalah pajanan terhadap sinar radiasi yang tinggi. Hal-hal inilah
yang membuat MRI merupakan modalitas terpilih untuk pencitraan hipofisis.
MRI lebih mahal jika dibandingkan dengan CT-scan, namun memberikan
gambaran yang lebih jelas terhadap struktur jaringan lunak dan pembuluh darah,
selain itu juga tidak terjadi pajanan terhadap radiasi pengion. Resolusi yang
tinggi membuat MRI dapat mengenali lesi kecil dan dapat diperlihatkan pula
hubungannya dengan struktur sekitar. Sensitivitas MRI untuk mendeteksi
mikroadenoma (yang dibuktikan dengan operasi) mencapai 100%, jauh lebih baik
jika dibandingkan dengan CT-scan yang hanya mencapai 50%. Spesifitas dan
sensitivitas MRI mencapai 90% pada tumor sekretori. Pemberian gadolinium
diethylenetriamine pentaacetic acid (DTPA) meningkatkan tingkat deteksinya.
Angiografi cerebral tidak dikerjakan secara rutin, dan hanya dikerjakan jika
dicurigai terdapat lesi vaskuler.
G.
Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2012), beberapa jenis terapi hipopituitarisme yang
dapat dilakukan diantaranya adalah:
1.
Pada hipoadrenalisme, seperti
gangguan sekresi ACTH pada kekurangan glukokortikoid, diberikan cortison
acetat, hidrokortison atau prednisone.
2.
Hipothitoidisme, pemberian tiroksin
3.
Hipogonadism, pemberian estrogen,
progesteron pada wanita dan testoteron pada laki-laki
4.
Defisit GH dapat diberikan levodopa,
insulin, atau bromocritine
H.
Penanganan dan
Pengobatan Hipopituitarisme
Pengobatan hipopituitarisme teridiri
atas terapi penggantian hormon termasuk GH manusia untuk anak yang
menderita dwarfisme hipofisis, hormon kelenjar target-hidrokortison, tiroksin,
androgen, atau estrogen. Sekresi prolaktin (PRL) berbeda dari hormon-hormon
lain pada hipofisis anterior yang berada dalam pengendalian tonik hipotalamus,
dan diperantai oleh dopamin (Slyvia, 2006).
Pengobatan pasien dengan adenoma
hipofisis non-functioning disesuaikan dengan gejala dan tanda klinis akibat penekan tumor pada
jaringan sekitarnya. Misalnya sakit kepala dan gangguan penglihatan. Tujuan
terapi adalah pengangkatan tumor, pengembalian penglihatan ke normal, serta
pertahan fumgsi hipofisis anterior dan posterior (Baradero, 2009).
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang
kurang. GH manusia, hormon yang efektif hanya ada pada manusia, dihasilkan dari
teknik rekombinasi asam dioksiribonukleat (DNA), dapat digunakan untuk
mengobati pasien dengan defisiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter
spesialis. GH manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme
hipofisis, dapat menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH
manusia rekombinan juga dapat digunakan sebagai hormon penggantian pada pasien
dewasa dengan panhipopuitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan
cara disuntikkan sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target
akibat defisiensi hipofisis untuk jangka waktu yang lama, yang diberikan
sebagai alternatif. Sebagai contoh, insufisiensi adrenal yang disebabkan karena
defisiensi sekresi ACTH diobati dengan memberikan hidrokortison oral. Pemberian
tiroksin oral dapat mengobati hipotiroidisme yang diakibatkan defisiensi TSH.
Pemberian androgen dan ekstrogen dapat mengobati defisiensi gonadotropin, namun
pemberian gonadtropin tersebut dapat menginduksi ovulasi. Defisiensi GH
membutuhkan injeksi GH setiap hari (Slyvia, 2006).
BAB III
Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin: Hipopituitarisme
A.
Pengkajian
Menurut Tarwoto (2012), pengkajian
pada gangguan kelenjar pituitari sering mengalami kesulitan karena tanda dan
gejalanya sangat bervariasi. Hampir seluruh sistem tubuh mengalami gangguan
akibat pengaruh dari hromon, sehingga tanda dan gejala ada yang spesifik dan
tidak spesifik. Untuk membantu mengidentifikasi gangguan pituitari maka diperlukan pengkajian riwayat
keperawatan tanda dan gejala spesifik dan tes diagnostik.
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat
kesehatan sangat penting dikaji, termasuk diantaranya riwayat penyakit sekarang
yang dialami, riwayat keluarga, psikososial, gaya hidup. Riwayat kesehatan
perlu dikaji untuk menggali informasi mengenai adanya faktor penyebab,
keturunan atau faktor lain yang berkaitan dengan keluhan yang dirasakan.
Riwayat penyakit terdahulu seperti riwayat trauma kepala, pembedahan kepala,
infeksi otak, riwayat penggunaan hormon dan obat-obatan seperti glukokortikoid
dosis besar.
2. Riwayat Keluarga
Perlu dikaji
riwayat keluarga yang berkaitan dengan penyakit endokrin misalnya riwayat
penyakit diabetes melitus, penyakit tiroid, hipertensi, hipotensi, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, tumor otak.
3. Keluhan Utama
Keluhan pasien
pada gangguan pituitari ada yang bersifat umum dan khusus.
a.
Gejala Umum
1)
Adanya kelemahan
2)
Nyeri kepala
3)
Depresi
4)
Gangguan tidur
b.
Gejala Spesifik, yang terkait sesuai
dengan jenis hormon yang mengalami gangguan, namun secara spesifik dapat
dilihat dari berbagai sistem tubuh:
1)
Perubahan tanda vital, peningkatan
suhu tubuh dan nadi terjadi pada pasien dengan hipertiroid, penurunan suhu
tubuh dan nadi lambat biasanya terjadi pada hipotiroid. Tekanan darah mungkin
turun pada insufisiensi ADH karena dehidrasi dan meningkat pada over produksi
ADH.
2)
Kardiovaskuler, adanya palpitasi
pada hipertiroid dan phenochromocytoma.
3)
Integumen, adanya perubahan warna
seperti adanya hiperpigmentasi dipersendian pada penyakit Addison, kulit
kering, kasar, keras dan bersisik, seperti pada pasien dengan hipotiroidisme
atau hipoparatirod. Edema juga dapat terjadi pada hipotiroid (myxedema). Adanya
kerontokan rambut aksila dan pubis.
4)
Muskuloskeletal, kelemahan, nyeri
pada persendian seperti pada hiperparatiroid, kerdil, gigantisme atau
akromegali pada kelainan GH.
5)
Perkemihan, adanya batu ginjal pada
hiperparatiroid, sering miksi pada gangguan ADH, diabetes insifidus.
6)
Persarafan, adanya perubahan status
mental, depresi, penurunan kesadaran, tremor, kejang, gangguan sensorik,
motorik, dan refleks, gangguan saraf kranial.
7)
Sistem gastrointestinal, adanya
pembesaran bola lidah, kemrahan pada lidah (glossitis), penurunan berat badan,
poliplagia, poliuria, polidipsi biasanya terjadi pada pasien DM, inkontinensia
bowel dan konstipasi biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan tiroid.
4. Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum, kaji kesadaran pasien,
memori dan pola komunikasi. Observasi postur, proporsi tubuh, ukuran tubuh,
berat badan dan tinggi badan. Observasi tanda-tanda kecemasan.
b.
Tanda vital, kaji perubahan tanda
vital, peningkatan suhu tubuh, nadi,
pernapasan, nadi dan perubahan tekanan darah sering terjadi pada pasien dengan
gangguan tiroid.
c.
Pemeriksaan kulit, observasi tekstur
dan distribusi rambut, catat adanya kebotakan. Kaji warna, pigmentasi, strie,
ekimosis. Palpasi keadaan kulit, tendernes, tekstur, turgor.
d.
Pemeriksaan kepala, catat keadaan
kepala, bentuk dan proporsi kepala, catat adanya ukuran penurunan bibir dan
hidung, penonjolan rahang, keadaan kulit kepala, keadaan rambut kepala.
Observasi ekspresi wajah, tanda- tanda kecemasan dan depresi.
e.
Pemeriksaan mata, lihat dan palpasi
alis mata, distribusi rambut, observasi posisi mata, kesimetrisan, ketajaman,
pergerakan bola mata, keadaan bola mata (adakah eksotalmus), lapang pandang,
kelemahan palpebra.
f.
Pemeriksaan mulut, catat adanya
pertumbuhan gigi yang tidak rata, inspeksi warna mukosa mulut dan ukuran lidah.
g.
Pemeriksaan leher, perhatikan bentuk
kesimetrisan dan posisi garis tengah trakea, palpasi adanya pembesaran kelenjar
tiroid. Obeservasi adnya kesulitan menelan, nyeri menelan dan perubahan suara.
h.
Pemeriksaan dada, inspeksi
pergerakan dada dan payudara, palpasi pengembangan dada dan taktil fremitus,
auskultasi bunyi nafas dan suara jantung. Observasi adanya pernapasan cepat dan
dangkal, atropi mamae pada wanita dan ginekomastia.
i.
Pemeriksaan abdomen, inspeksi bentuk
abdomen, warna kulit seperti hiperpigmentasi, massa, skar dan jejas, asites,
nyeri tekan catat, bising usus, pembesaran hati dan limpa.
j.
Pemeriksaan genitalia, catat adnya
atropi testis, klitoris, distribusi rambut pubis.
k.
Pemeriksaan ekstremitas, kaji bentuk
dan kesimetrisan ekstremitas, kekuatan otot, kelemahan tonus otot, pembesaran
tangan dan kaki, nyeri sendi dan trunkei obesitas (badan besar ekstremitas
kecil)
l.
Pemeriksaan neurologi, lakukan
pemeriksaan motorik, sensorik, refleks dan fungsi saraf kranial. Adanya
kelemahan, gangguan sensori, emosional tidak stabil sering dijumpai pada pasien
gangguan pituitari.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “ Suatu penilaian
klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah
kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan
memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
diamana perawat bertanggung jawab (Wong, D.L (2004: 596-610). NANDA NIC-NOC, diagnosa
pada klien dengan hipopituitarisme adalah:
1. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik
2. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya metabolisme rate
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan menurunnya
4. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
C.
Rencana keperawatan
Rencana keperawatan merupakan
serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan
keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik
yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun :
1. Keletihan b.d peningkatan kelemahan fisik
Tujuan:
a. pasien akan beradaptasi dengan keletihan, yang
dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan, dan status nutrisi : energi,
dan energi psikomotor.
b. pasien akan menunjukan penghematan energi dibuktikan
oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: tidak ada, jarang, kadang-kadang, sering
atau selalu menunjukan)
1) mempertahankan nutrisi yang
adekuat.
2) Keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
3) Menggunakan teknik penghematan
energi.
4) Beradaptasi gaya hidup dengan
tingkat energi.
Melaporkan ketahanan yang adekuat untuk aktivitas
Kriteria Hasil:
a.
Memverbalisasikan peningkatan energi
dan merasa lebih baik
b.
Menjelaskan penggunaan energi untuk
mengatasi kelelahan
c.
Kualitas hidup meningkat
d.
Istirahat cukup
Intervensi:
a.
Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
b.
Dorong anak untuk mengungkapkan
perasaaan terhadap keterbatasan
c.
Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adejuat
d.
Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
2. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya
metabolisme rate
Tujuan:
Menunjukan status gizi : asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak adekuat, kurang
adekuat, cukup adekuat, adekuat, atau sangat adekuat) : asupan makanan dan
cairan melalui oral [tidak berlebihan] .
Kriteria Hasil:
a.
Pasien mengungkapkan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai penurunan berat badan
b.
Pasien menunjukan pilihan yang tepat
dari makanan atau perencanaan menu dengan tujuan penurunan berat badan
c.
Pasien mulai melakukan program
latihan yang tepat
Intervensi:
a.
Modifikasi
Perilaku: Memfasilitasi perubahan perilaku
b.
Manajemen
gangguan makan: Mencegah dan menangani pembatasan diet yang sangat ketat dan
aktivitas berlebihan atau memasukkan makanan dan minuman dalam jumlah banyak
kemudian berusaha mengeluarkan semuanya
c.
Manajemen
nutrisi: Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan dengan diet
seimbang
d.
Konseling
nutrisi: memberi bantuan dengan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan
untuk modifikasi diet
e.
Pemantauan
nutrisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau
meminimalkan kurang gizi
f.
Bantuan
menurunkan berat badan: Memfasilitasi penutunan berat badan dan lemak tubuh
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan menurunnya
progesteron dan estrogen
Tujuan:
a.
menunjukan
pemulihan dari penganiyaan : seksual, yang dibuktikan oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5: tidak ada, terbatas,
sedang, banyak atau sangat banyak) :
1)
adanya
bukti hubungan jenis yang sesuai.
2)
Adanya
bukti hubungan sesama jenis yang sesuai.
3)
Pengungkapan
rasa nyaman dengan identitas gender dan orientasi seksual.
b.
menunjukan
fungsi seksual, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu): mencapai rangsangan
seksual.
1)
Mencapai
rangsangan seksual melalui orgasme.
2)
Mengekspresikan
kemampuan untuk hubungan intim.
3)
Mengekspresikan
penerimaan terhadap pasangan.
4)
Mengungkapan
keinginan untuk menjadi seksual.
Kriteria hasil:
a.
Perubahan fisik dengan penuaan
b.
Pengenalan dan penerimaan identitas
seksual pribadi
c.
Fungsi seksual: integrasi aspek
fisik, sosio emosi, dan intelektual ekspri dan performa seksual
d.
Menunjukkan pemulihan dari
penganiayaaan: seksual
e.
Menunjukkan keinginan untuk
mendiskusikan perubahan fungsi seksual
f.
Meminta informasi yang membutuhkan
tentang perubahan fungsi seksual
Intervensi:
a.
Menginformasikan pasien di awal
hubungan bahwa seksualitas adalah bagian penting dari kahidupan dan bahwa
penyakit, obat-obatan, dan stres
b.
Memberikan informasi tentang fungsi
seksual.
c.
Mulailah dengan topik-topik sensitif
paling dan melanjutkan ke lebih senistif
d.
Diskusikan efek dari situasi
penyakit/kesehatan pada seksualitas
e.
Diskusikan efek obat tentang
seksualitas
f.
Diskusikan tingkat pengetahuan
pasien tentang seksualitas pada umumnya
g.
Dorong pasien untuk verbalisasi
ketakutan dan mengajukan pertanyaan
4. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan fisik
Tujuan:
a.
Gangguan
citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukan adaptaasi dengan
ketunadayaan fisik, penyesuian psikososial: perubahan hidup, citra tubuh
positif, tidak mengalami keterlambatan dalam kembangan anak, dan harga diri
positif.
b.
Menunjukan
citra tubuh, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : (sebutkan 1-5:
tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu ditampilakan) kesesuaian
antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan perwujudan tubuh.
1) Kepuasan terhadap penampilan dan
fungsi tubuh.
2) Keinginan untuk menyentuh bagian
tubuh yang mengalami gangguan.
Kriteria hasil:
a.
Body image positif
b.
Mampu mengidentifikasi kekuatan
personal
c.
Mendiskripsikan secara faktual
perubahan fungsi tubuh
d.
Mempertahankan interaksi sosial
Intervensi:
a.
Kaji secara verbal dan non verbal
respon klien terhadp tubuhnya
b.
Monitor frekuensi mengkritik dirinya
c.
Jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kamejuan dan prognosis penyakit
d.
Dorong klien mengungkapkan
perasaannya
e.
Identifikasi arti pengurangan
melalui pemakaian alat bantu
f.
Fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada keadaan normal hormon-hormon
pituitari selalu diproduksi kecuali hormon
PRL dan oksitosin yang diproduksi pada saat-saat tertentu seperti pada
saat kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Kegagalan produksi seluruh hormon
dari pituitari disebut Panpituitarisme. Hipopituitarisme adalah keadaan dimana
terdapat defisit atau kekurangan satu, beberapa atau semua hormon-hormon yang
dihasilkan oleh pituitari. Adapun beberapa penyebab hipopituitarisme
diantaranya adalah:
1.
adenomas pituitari atau tumor
pituitari
2.
pembedahan atau operasi pituitari
3.
terapi radiasi
4.
implamasi pituitari seperti
hipofisitis, tuberculosis, meningitis
5.
trauma kepala berat
6.
karena genetik
7.
kelebihan zat besi
8.
perdarahan post partum
9.
malnutrisi berat
Adapun tanda dan gejala
hipopituitarisme tergantung dari jenis hormon yang berkurang, dimana
mengakibatkan kelemahan, keletihan, menurunnya libido, pertumbuhan menjadi
lambat, mengakibatkan diabetes melitus (DM) dan lain sebagainya. Selain itu ada
beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya berikan cortison acetat,
hidrokortison atau prednisone, pemberian tiroksin, pemberian estrogen,
progesteron pada wanita dan testosteron pada laki-laki. Berikan levodopa,
insulin atau bromocriptine.
B.
Saran
Dengan mengetahui dampak dari
menurunnya atau hilangnya produksi dari kelenjar pituitari, maka hendaklah kita
untuk selalu waspada terhadap faktor-faktor resiko yang ada. Sebagai tenaga kesehatan,
kita dituntut undtuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang maksimal guna
untuk membantu klien agar tetap dapat menerima bagaimanapun keadaaan yang ia
alami. Memprioritaskan setiap asuhan keperawatan akan membuat klien lebih mudah
dalam menjalankan setiap prosedur keperawatan. Oleh karena itu, kita harus
paham dan mengerti, gangguan seperti apakah yang dialami klien, agar kita dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pula.
Daftar Pustaka
Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sudoyo W. Aru dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4.
Jakarta: InternaPublishing
Baradero Mary dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan
Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: CV Trans Info Media
Nurarif Huda Amin dkk. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda. Yogyakarta: Mediaction
Wong. 2010. Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar